Kontributor: Bunga Primasari
|
Sumber: http://tinyurl.com/3trf48b |
Bakmi.
Si panjang (baik lurus maupun keriting) berkelir kuning yang difavoritkan
banyak orang sebagai makanan pengganti nasi ini memang mudah ditemukan di mana
saja. Versi gerobak maupun gerai, sama lezatnya, -tergantung pilihan konsumen.
Variasi rasa dan model penyajiannya juga banyak; bakmi ayam, sapi, seafood, goreng, kuah, kuah-pisah, dll.
Namun,
ada sesuatu di balik kesemuanya itu. Saat disajikan, pernahkah Anda
memperhatikan tampilan bakmi pesanan Anda? Untuk bakmi kuah, jamak terlihat minyak
yang berenang-renang di permukaannya, sedangkan pada bakmi tanpa kuah (biasanya
kuahnya dipisah) akan tampak kesan berminyak atau mengkilat pada permukaan untaian-untaiannya.
|
Sumber: http://tinyurl.com/7unazpd |
Pertanyaan
selanjutnya adalah, “Tahukah Anda bumbu apa saja yang ditambahkan pada bakmi
untuk mendongkrak rasanya?”. Pada dasarnya ada tiga macam, yaitu kecap (manis
ataupun asin), penyedap rasa, dan minyak. Mari kita bahas bumbu ketiga. Minyak.
Bermacam minyak digunakan oleh para pedagang bakmi untuk menggelitik sensor pendeteksi
rasa gurih pada lidah konsumennya. Ada pedagang yang menggunakan campuran
minyak sayur dengan kaldu (ayam ataupun sapi), dan ada pula yang menambahkan
kaldu yang berasal dari minyak babi. Nah, “lapchong” atau “lapchiong” adalah
sebutan lain minyak babi. Secara harfiah, sebenarnya “lapchiong” bermakna sosis
yang terbuat dari daging babi khas perkulineran negeri tirai bambu. Lapchiong yang berasa sedikit manis ini
biasa dijual dalam format kering di toko bahan makanan atau supermarket. Minyak
si lapchiong disebut lapchong alias minyak kaldu daging babi.